Jumat, 25 Januari 2013

Adab Bercermin dalam Islam

ADAB BERCERMIN

Doa bercermin yag masyhur dalam ingatan kita:

اَلْحَمْدُ لِلَّهِ ، اَللَّهُمَّ كَمَا حَسَّنْتَ خَلْقِي فَحَسِّنْ خُلُقِيْ
"Segala puji bagi Allah, Ya Allah, sebagaimana Engkau telah memperindah rupaku maka perindahlah pula akhlakku."

Imam Nawawi rahimahullah mencantumkannya dalam Al-Adzkar dengan judul, "Bab: Apa yang dibaca saat bercermin", Kami riwayatkan dalam kitab Ibnu Sunni, dari Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu 'Anhu, bahwa Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam apabila bercermin beliau berdoa:

اَلْحَمْدُ لِلَّهِ ، اَللَّهُمَّ كَمَا حَسَّنْتَ خَلْقِي فَحَسِّنْ خُلُقِيْ
"Segala puji bagi Allah, Ya Allah, sebagaimana Engkau telah memperindah rupaku maka perindahlah pula akhlakku." (Hadits ini juga diriwayatkan Abu al-Syaikh Al-Ashbahani dalam Akhlak al-Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam, dari hadits Aisyah Radhiyallahu 'Anha dengan isnad yang dha'if jiddan oleh Al-Albani).
Ibnu Taimiyah rahimahullah juga mencantumkan riwayat tersebut dalam kitab dzikirnya yang terkenal, "al-Kalim al-Thayyib", tapi didhaifkan oleh Syaikh Al-Albani dan beberapa ulama lainnya.
Syaikh Al-Al-Bani mengomentari tentang hadits Ali yang disebutkan Imam Nawawi di atas yang dikeluarkan Ibnu Sunni dalam amal al-Yaum wa al-Lailah no. 160, "Aku (Syaikh al-Albani): 'Dan hadits ini sanadnya dhaif jiddan'."
Beliau rahimahullah juga mengomentari pencantuman penyebutan hadits di atas sebagai bacaan saat bercermin dalam Irwa' al-Ghalil: Semua jalurnya adalah lemah, yang tidak mungkin sebagian jalur-jalur ini menguatkan sebagiannya yang lain karena kedhaifannya yang sangat sebagaimana yang aku teliti. Oleh karena itu, tidak sah berdalil dengan hadits tersebut atas disyariatkannya membaca doa ini saat bercermin sebagaimana yang dilakukan oleh pengarang rahimahullah Ta'ala.
Dan terdapat kalimat doa serupa yang shahih, namun konteksnya datang secara mutlak (global) tanpa terikat dengan saat bercermin. Yaitu hadits Aisyah, ia berkata: Adalah Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda:
اللَّهُمَّ أَحْسَنْتَ خَلْقِي فَأَحْسِنْ خُلُقِي
"Ya Allah, sebagaimana Engkau telah memperindah rupaku maka perindahlah pula akhlakku."

 (HR. Ahmad IV/68, 155 dengan isnad shahih. Al-Haitsami berkata dalam Al-Majma', bahwa hadits tersebut diriwayatkan Imam Ahmad dan perawi-perawinya adalah perawi-perawi yang shahih. Dinukil dari komentar Syaikh al-Albani dalam al-Irwa'.)
Diriwayatkan juga oleh Imam Ahmad dari Ibnu Mas'ud Radhiyallahu 'Anhu, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam pernah berdoa:
اللَّهُمَّ أَحْسَنْتَ خَلْقِي فَأَحْسِنْ خُلُقِي
"Ya Allah, sebagaimana Engkau telah memperindah rupaku maka perindahlah pula akhlakku." (HR. Ahmad dan dishahihkan oleh Al-Albani dalam al-Irwa')
Dalam riwayat lain dari Ibnu Mas'ud Radhiyallahu 'Anhu, berbunyi:
اللَّهُمَّ حَسَّنْتَ خَلْقِي فَحَسِّنْ خُلُقِي
"Ya Allah, sebagaimana Engkau telah memperindah rupaku maka perindahlah pula akhlakku." (HR. Ibnu Hibban dalam Shahihnya no. 964, Abu Ya'la al-Mushili dalam Musnadnya no. 4944. Dan Dishahihkan oleh Al-Albani dalam Irwa' al-Ghalil no. 74. Terdapat tambahan dalam riwayat Ibnu Mardawaih:
وَحَرِّمْ وَجْهِي عَلَى النَّارِ
". . dan Haramkan wajahku tersentuh neraka."

Doa Khusus Bercermin Lainnya
Diriwayatkan al-Thabrani dalam al-Ausath, dari Anas bin Malik Radhiyallahu 'Anhu, berkata: adalah Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam apabila bercermin beliau berdoa:

اَلْحَمْدُ للهِ الَّذِي سَوَّى خَلْقِي فَعَدَّلَهُ ، وَصَوَّرَ صُوْرَةَ وَجْهِي فَحَسَّنَهَا ، وَجَعَلَنِي مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ
"Segala puji bagi Allah yang menyempurnakan kejadianku dan memperindahnya, memuliakan rupaku lalu membaguskannya dan yang telah menjadikan aku termasuk orang Islam." (diriwayatkan juga oleh Ibnu Sunni, namun didhaifkan oleh al-Albani dalam al-Irwa' dan dalam Shahih wa Dhaif al-Jami' al-Shaghir, no. 9936) Sehingga tidak bisa dijadikan sebagai sandaran dalam menetapkan doa khusus di atas saat bercermin.

Kisah Romantis Rasulullah SAW dan Siti Khadijah

Kisah indah Nabi Muhammad saw dan Siti Khadijah ra. selalu berkesan untuk dibaca, dikenang dan diteladani. Cinta sejati dan kesetiaan mencintai diukur setelah perkawinan, bahkan lebih terbukti setelah kepergian yang dicintai. Kendati Nabi Muhammad saw. Sangat mencintai Aisyah ra., namun cinta beliau kepada Siti Khadijah ra. pada hakekatnya melebihi cintanya beliau kepada Aisyah ra., bahkan cinta itu melebihi semua cinta yang dikenal umat manusia terhadap lawan jenisnya. Sementara hikayat tentang cinta, seperti Romeo dan Juliet, Lailah dan Majnun, tidak teruji melalui kehidupan bersama mereka sebagai suami istri. Karena itu, sekali lagi dikatakan bahwa cinta Rasulullah saw. Kepada Khadijah ra. Adalah puncak cinta yang diperankan oleh seorang laki-laki kepada perempuan dan sebaliknya. Sangat besar rasa cinta Rasulullah kepada Khadijah, sampai-sampai Aisyah mengatakan dalam Shahih Bukhari dan Shahih Muslim, “Tidak pernah aku merasa cemburu kepada seorang pun dari istri-istri Rasulullah seperti kecemburuanku terhadap Khadijah. Padahal aku tidak pernah melihatnya. Tetapi Rasulullah seringkali menyebut-nyebutnya. Jika ia memotong seekor kambing, ia potong-potong dagingnya, dan mengirimkannya kepada sahabat-sahabat Khadijah.
Maka aku pun berkata kepadanya, “Sepertinya tidak ada wanita lain di dunia ini selain Khadijah…!”
Maka berkatalah Rasulullah, “Ya, begitulah ia, dan darinyalah aku mendapatkan anak.”
Dalam suatu riwayat dikisahkan, suatu saat Aisyah merasa cemburu, lalu berkata, “Bukankah ia (Khadijah) hanya seorang wanita tua dan Allah telah memberi gantinya untukmu yang lebih baik darinya? (maksud Aisyah yang menggatikan Khadijah adalah dirinya). Maka Belaiu pun marah sampai berguncang rambut depannya. Lalu Beliau bersabda, “Demi Allah! Ia tidak memberikan ganti untukku yang lebih baik darinya. Khadijah telah beriman kepadaku ketika orang-orang masih kufur, ia membenarkanku ketika orang-orang mendustakanku, ia memberikan hartanya kepadaku ketika manusia lain tidak mau memberiku, dan Allah memberikan kepada anak darinya dan tidak memberiku anak dari yang lain.”
Maka aku berkata dalam hati,” Demi Allah, aku tidak akan lagi menyebut Khadijah dengan sesuatu yang buruk selama-lamanya.”
Ketika Aisyah ingin menampakkan kelebihannya atas Khadijah, ia berkata kepada Fatimah ra., putri Nabi dari Khadijah ra.: “Aku gadis ketika dinikahi ayahmu sedang ibumu adalah janda ketika dinikahi ayahmu.” Rasul saw. Yang mendengar ucapan ini dari putrinya yang mengeluh bersabda: “Sampaikanlah kepadanya ‘Ibuku (maksudnya Khadijah ra) lebih hebat dari engkau, beliau menikahi ayahku yang jejaka, sedang engkau menikahinya saat beliau duda.”
Disamping itu Rasulullah tidak memadu Khadijah dengan wanita lain, sedang semua istri selainnya dimadu.
Teman-teman Khadiijah pun masih diingat oleh Rasul dan berpesan kepada putri-putri beliau agar terus menjalin hubungan kasih dengan mengirimkan hadiah-walau sederhana- kepada mereka.
Ketika Fath Makkah, yakni hari keberhasilan rasul saw memasuki kota Mekkah bersama kaum Muslim, beliau berkunjung ke lokasi rumah Khadijah ra., karena rumah itu sendiri telah tiada. Beliau juga-pada hari itu- menyendiri, di tengah kesibukan bersama pasukan kaum Muslim, dengan seorang wanita tua sambil bercakap-cakap dengan wajah berseri-seri. Aisyah ra yang melihat hal tersebut bertanya:”Siapa orang itu dan apa yang dibicarakannya?” Ternyata wanita tua itu sobat karib Khadijah ra dan pembicaraan Nabi saw dengannya berkisar pada kenangan manis masa lalu.
Gerak langkah suara dan ketukan pintu yang biasa dilakukan Khadijah ra pun terus segar dalam benak dan pikiran beliau. Suatu ketika beliau mendengar ketukan dan suara serupa. Beliau berkomentar:”Ini cara ketukan Khadijah. Saya duga yang datang adalah Hala ( saudara perempuan Khadijah ra.) dan ternyata dugaan beliau benar.
Demikianlah keagungan cinta Rasulullah swa. kepada Khadijah ra. Yang akan tetap terukir indah sepajang zaman.
Wallahu ‘alam